Tag Archive | Opini

Mengapa Redenominasi Rupiah Perlu Dilakukan?


Banyak kalangan yang masih bingung dengan rencana pemerintah melakukan redenominasi mata uang rupiah. Mengapa redenominasi perlu dilakukan dan apa bedanya dengan sanering? Redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengurangi nilainya, sedangkan sanering merupakan pemotongan nilai uang.

Redenominasi rupiah direncanakan pemerintah dengan memangkas tiga angka nol disetiap uang rupiah yang beredar. Misal pendapatan anda sekarang sebesar 2.000.000 rupiah, maka setelah redenominasi, pendapatan anda hanya 2.000 rupiah, tapi harga barang-barang tentunya akan menyesuaikan dengan uang baru. Jika harga Bahan Bakar Minyak jenis premium sebelum redenominasi adalah 4.500 rupiah, maka setelah redenominasi, harganya menjadi 4,5 rupiah. Lantas uang 1.000 rupiah menjadi 1 rupiah, uang 100.000 rupiah menjadi 100 rupiah. Bagaimana dengan uang 500 dan 100 rupiah? Uang 500 rupiah menjadi 50 sen dan uang 100 rupiah menjadi 10 sen.

Rencana pemerintah melakukan redenominasi  menurut berbagai sumber tentu memerlukan waktu panjang, mengingat beberapa tahapan perlu dilakukan. Mulai dari sosialisasi,  masa transisi, penarikan rupiah lama, dan menghilangkan kata “baru” di mata uang. Masa sosialisasi sudah berjalan sejak diwacanakan mulai tahun 2010 sampai dengan sekarang telah dilakukan oleh berbagai kalangan dan yang paling banyak andil dalam sosialisasi adalah media masa. Sosialisasi ini perlu dilakukan secara gencar terutama kepada kalangan menengah dan bawah yang belum tersentuh. Pemberlakuan redenominasi akan dilakukan mulai tahun 2013 hingga 2015 atau disebut masa transisi, dimana harga harga barang harus mencantumkan dua harga misalkan harga barang 10.000 rupiah, harus ditulis harga 10.000 rupiah/10 rupiah baru. Penarikan rupiah lama akan dilakukan tahun 2016 – 2018, dan kata “baru” di mata uang akan dihilangkan mulai tahun 2019.

Redenominasi ini perlu didukung oleh semua pihak, karena terdapat beberapa manfaat yang bisa kita peroleh diantaranya adalah proses transaksi lebih mudah dan dapat meningkatkan produktivitas. Proses transaksi bisnis, akuntansi, perbankan akan merasakan manfaatnya,  karena nilai uang berkurang nolnya, sehingga menjadi lebih sederhana.  Meningkatkan produktivitas,  misalnya seorang pegawai yang tugasnya memasukan data (data entry) menggunakan Excel. Hilangnya tiga nol disetiap pencatatan transaksi, akan menghemat waktu 1 detik untuk setiap transaksi, bisa dihitung jika pegawai tersebut sehari menginput 500 transaksi, maka ada 500 detik waktu yang dihemat, itu sama saja dengan 8,33 menit penghematan waktu perhari dan jika dikalikan 1 tahun kerja (dengan asumsi hari kerja  300 hari), maka itu sama dengan menghemat waktu 41,65 jam kerja atau sekitar 5 hari kerja. Ini hanya untuk  satu orang, bagaimana jika ada 1 juta orang indonesia yang melakukan pencatatan transaksi tiap harinya? Berapa banyak penghematan waktu yang terjadi?

Proses sosialisasi perlu dilakukan terus menerus secara efektif  dan dapat menyentuh masyarakat kecil, sehingga semua kalangan tidak merasa bingung bila akan menlakukan transaksi. Kita berharap proses redenominasi ini dapat  berjalan dengan lancar.

Pentingnya Informasi Yang Berkualitas


Di dalam kehidupan, secara individu, berkeluarga, berorgansasi, dan bermasyarakat informasi memegang peranan sangat strategis untuk dapat mengarungi biduk kehidupan ini sesuai dengan visi yang sudah ditetapkan. Ketika kita menggantungkan visi kita setinggi langit, mungkinkah kita dapat mewujudkannya? Pertanyaan inilah yang sering muncul dalam benak kita. Bagi mereka yang berpikir sederhana, berpendapat buat apa menetapkan visi yang ideal dan tidak mungkin bisa dicapai. Tapi lain halnya bagi mereka yang visioner mempunyai pandangan tidak jadi masalah ketika visi tersebut mengawang-ngawang sekalipun, karena berbicara visi tidak ubahnya seperti mimpi (dreaming) yang tentunya berharap menjadi kenyataan. Kalau saja bermimpipun tidak, jangan harap menjadi kenyataan.

Kita menyadari bahwa antara harapan dan kenyataan senantiasa terdapat kesenjangan, karena harapan sepenuhnya ada dalam kendali kita sementara kenyataan itu hanya Tuhanlah yang mengetahui. Penetapan visi bagi seseorang ataupun institusi merupakan hasil dari pengambilan keputusan. Suatu pengambilan keputusan yang baik perlu didukung oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang paling dominan adalah informasi.

Ciri-ciri Informasi Berkualitas

Iunformasi yang berkualitas memiliki ciri-ciri: akurat, tepat waktu, relevan, dan lengkap. Akurat artinya tidak bias, yakni informasi yang kita peroleh sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Tepat waktu, informasi diterima pada saat dibutuhkan. Relevan, hanya informasi yang berhubungan erat dengan problem yang kita hadapi yang digunakan. Lengkap, informasi diperoleh dari berbagai sumber secara lengkap.

Jadi informasi berkualitas harus memiliki ciri tersebut. Salah satu ciri tidak terpenuhi, maka tidak dapat dikatakan bahwa informasi tersebut berkualitas.

Pentingnya Informasi Berkualitas

Informasi yang berkualitas dapat mengurangi ketidakpastian.  Hampir semua aktivitas yang kita lakukan dilingkupi oleh ketidakpastian, dibaliknya tentu terdapat risiko yang kita hadapi.

Ketidakpastian biasanya sering ditemukan pada saat kita dihadapkan pada permasalahan yang baru pertama kali dialami. Misalnya dalam berinvestasi pada produk pasar modal, karena dipengaruhi oleh faktor yang bersifat dinamis, maka unsur ketidakpastiannyapun tinggi.

Oleh karenanya disinilah informasi yang berkualitas berperan. Rasa ragu-ragu dalam melakukan keputusan dapat kita kurangi atau bahkan dihilangkan. Keputusan yang diambil tentu merupakan pemilihan dari beberapa alternatif yang ada atau bahkan tidak memilih alternatif yang adapun itu merupakan keputusan.

Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memutuskan sesuatu sudah selayaknya didukung oleh informasi yang berkualitas. Janganlah kita membuat sesuatu keputusan strategis untuk kepentingan orang banyak, apabila tidak dilengkapi informasi berkualitas. Hal ini tentu akan berakibat fatal.(DM).

Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi…???


Menilik sistem pendidikan, apapun jenis pendidikannya selalu memerlukan kurikulum sebagai penentu arah untuk dapat mewujudkan visi pendidikan yang diselenggarakan. Berdasarkan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Kurikulum yang digunakan pendidikan ada tiga jenis yang dikenal dan diwacanakan, yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Berbasis Penelitian dan Laboratorium (KBPL), dan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi (KBTI). Saat  ini pendidikan kita masih menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mana kurikulum dirancang berdasarkan kopentensi lulusan yang diharapkan, sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi bahwa yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Pelaksanaan KBK masih menimbulkan multi tafsir artinya belum ada penafsiran yang sama terkait dengan kompetensi itu sendiri, bahkan di suatu daerah tertentu ditafsirkan bahwa kompetensi proses pembelajarannya dilakukan sesuai dengan kegemaran siswa di dalam mengikuti materi yang diberikan, misal siswa yang senang musik maka ia belajar sambil diperdengarkan musik, bagi siswa yang senang berada pada tempat sunyi diiringi gemercik air siswa dibawa ke tempat tersebut, pengajar yang bersangkutan dibuat repot karena harus kesana kemari, bisa-bisa dia kelelahan dan jatuh pingsan setiap kali dia mengajar. Wah wah, kalau saja ini terjadi di setiap tempat apa jadinya penyelenggaraan pendidikan kita. KBK yang diigunakan pada sistem pendidikan sudah berjalan lebih delapan tahun, tapi nampaknya belum bisa dikatakan berhasil, karena para lulusan yang dihasilkan masih belum bisa memenuhi kompetensi yang diharapkan. Sejalan dengan itu pula untuk tingkat pendidikan menengah atas pemerintah dengan gencar mempropagandakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan untuk Perguruan Tinggi (PT) melalui Undang Undang Pendidikan Tinggi lebih menekankan pendidikan vokasi, bahkan Dirjen Pendidikan Tinggi telah mengeluarkan surat edaran tentang moratorium pembukaan PT Baru dan Program Studi (Prodi) Baru kecuali PT dan Prodi vokasi yang berlaku hingga tahun 2014.

Kalaupun belum bersifat formal, mendiknas sempat melontarkan bahwa KBK sudah saatnya “diganti”, karena sudah berjalan lebih delapan tahun, mungkinkah ini terjadi? Segala sesuatu di Indonesia bisa saja terjadi dan sangat tergantung pada pemangku kebijakan di negeri ini. Sementara KBK belum mapan untuk menyikapi perkembangan masyarakat dewasa ini telah diwacanakan mengenai KBPL, yakni kurikulum disusun berdasarkan hasil penelitian dan praktik laboratorium, para pengajar tentunya dituntut harus melakukan penelitian dan pengamatan, anlisis permasalahan di laboratorium. Penerapan KBPL akan membawa konsekwensi terhadap semua asfek pendidikan, sumberdaya yang mendukungnya perlu dipersiapkan secara lengkap, terutama sumberdaya manusianya harus betul-betul siap merubah mindset, artinya harus secara intensif melakukan penelitian yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Bagi pengajar yang belum siap tentunya merupakan ancaman, praktis yang bersangkutan sulit melakukan aktivitas dan bertindak sebagai pengajar, artinya pengajar tidak hanya bertindak sebagai transfer knowledge.

Kurikulum Berbasis Kompetensi belum berhasil, muncul lagi Kurikulum Berbasis Penelitian dan Laboratorium, lalu muncul lagi Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi (KBTI). KBTI berjalan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang saat ini di Indonesia masih belum merata, nampaknya masih sulit untuk diwujudkan secara menyeluruh. Gejala ke arah sana sesungguhnya telah terjadi ditunjukkan oleh teknologi internet dan komunikasi yang mendukungnya, contoh sederhana kita melihat beberapa PT melalui wibsitenya menyelenggarakan e-learning, tapi ini hanya menyentuh kalangan tertentu dan untuk materi-materi tertentu artinya belum komprehensif. Ditengarai bila KBTI ini betul-betul terwujud, seorang profesor yang memberikan kuliah di satu PT dapat diakses/diikuti oleh para mahasiswa PT lain, sang profesor yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu, ilmu dan pengetahuannya dapat diterima oleh para mahasiswa yang dapat mengakses internet. Wow… fantastik…. apa konsekwensinya, bagi dosen yang “gaptek” rasanya merinding dan ingin menghilang… apakah ini suatu ancaman, tantangan, atau peluang?? (DM).