Menilik sistem pendidikan, apapun jenis pendidikannya selalu memerlukan kurikulum sebagai penentu arah untuk dapat mewujudkan visi pendidikan yang diselenggarakan. Berdasarkan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum yang digunakan pendidikan ada tiga jenis yang dikenal dan diwacanakan, yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Berbasis Penelitian dan Laboratorium (KBPL), dan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi (KBTI). Saat ini pendidikan kita masih menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mana kurikulum dirancang berdasarkan kopentensi lulusan yang diharapkan, sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi bahwa yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.
Pelaksanaan KBK masih menimbulkan multi tafsir artinya belum ada penafsiran yang sama terkait dengan kompetensi itu sendiri, bahkan di suatu daerah tertentu ditafsirkan bahwa kompetensi proses pembelajarannya dilakukan sesuai dengan kegemaran siswa di dalam mengikuti materi yang diberikan, misal siswa yang senang musik maka ia belajar sambil diperdengarkan musik, bagi siswa yang senang berada pada tempat sunyi diiringi gemercik air siswa dibawa ke tempat tersebut, pengajar yang bersangkutan dibuat repot karena harus kesana kemari, bisa-bisa dia kelelahan dan jatuh pingsan setiap kali dia mengajar. Wah wah, kalau saja ini terjadi di setiap tempat apa jadinya penyelenggaraan pendidikan kita. KBK yang diigunakan pada sistem pendidikan sudah berjalan lebih delapan tahun, tapi nampaknya belum bisa dikatakan berhasil, karena para lulusan yang dihasilkan masih belum bisa memenuhi kompetensi yang diharapkan. Sejalan dengan itu pula untuk tingkat pendidikan menengah atas pemerintah dengan gencar mempropagandakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan untuk Perguruan Tinggi (PT) melalui Undang Undang Pendidikan Tinggi lebih menekankan pendidikan vokasi, bahkan Dirjen Pendidikan Tinggi telah mengeluarkan surat edaran tentang moratorium pembukaan PT Baru dan Program Studi (Prodi) Baru kecuali PT dan Prodi vokasi yang berlaku hingga tahun 2014.
Kalaupun belum bersifat formal, mendiknas sempat melontarkan bahwa KBK sudah saatnya “diganti”, karena sudah berjalan lebih delapan tahun, mungkinkah ini terjadi? Segala sesuatu di Indonesia bisa saja terjadi dan sangat tergantung pada pemangku kebijakan di negeri ini. Sementara KBK belum mapan untuk menyikapi perkembangan masyarakat dewasa ini telah diwacanakan mengenai KBPL, yakni kurikulum disusun berdasarkan hasil penelitian dan praktik laboratorium, para pengajar tentunya dituntut harus melakukan penelitian dan pengamatan, anlisis permasalahan di laboratorium. Penerapan KBPL akan membawa konsekwensi terhadap semua asfek pendidikan, sumberdaya yang mendukungnya perlu dipersiapkan secara lengkap, terutama sumberdaya manusianya harus betul-betul siap merubah mindset, artinya harus secara intensif melakukan penelitian yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Bagi pengajar yang belum siap tentunya merupakan ancaman, praktis yang bersangkutan sulit melakukan aktivitas dan bertindak sebagai pengajar, artinya pengajar tidak hanya bertindak sebagai transfer knowledge.
Kurikulum Berbasis Kompetensi belum berhasil, muncul lagi Kurikulum Berbasis Penelitian dan Laboratorium, lalu muncul lagi Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi (KBTI). KBTI berjalan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang saat ini di Indonesia masih belum merata, nampaknya masih sulit untuk diwujudkan secara menyeluruh. Gejala ke arah sana sesungguhnya telah terjadi ditunjukkan oleh teknologi internet dan komunikasi yang mendukungnya, contoh sederhana kita melihat beberapa PT melalui wibsitenya menyelenggarakan e-learning, tapi ini hanya menyentuh kalangan tertentu dan untuk materi-materi tertentu artinya belum komprehensif. Ditengarai bila KBTI ini betul-betul terwujud, seorang profesor yang memberikan kuliah di satu PT dapat diakses/diikuti oleh para mahasiswa PT lain, sang profesor yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu, ilmu dan pengetahuannya dapat diterima oleh para mahasiswa yang dapat mengakses internet. Wow… fantastik…. apa konsekwensinya, bagi dosen yang “gaptek” rasanya merinding dan ingin menghilang… apakah ini suatu ancaman, tantangan, atau peluang?? (DM).